website lpmp

Minggu, 18 Desember 2011

PENDIDIKAN DEMOKRASI DAN HAM MELALUI PROSES PEMBELAJARAN YANG DEMOKRATIS


Pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu wahana pendidikan demokrasi. Dalam konteks wacana internasional di Indonesia pembelajaran itu masih termasuk ke dalam paradigma knowing democracy yakni pembelajaran yang menitikberatkan pada penguasaan pengetahuan demokrasi. Sementara itu di negara lain seperti USA, New Zealand, UK sudah berada pada paradigma building democracy yakni pembelajaran yang menitikberatkan pada penyiapan warga negara agar komit terhadap penerapan dan pengembangan demokrasi. Untuk mencapai paradigma yang kedua itu perlu melalui paradigma doing democracy. Untuk itu maka pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia perlu difasilitasi agar berkembang dari paradigma knowing democracy ke doing democracy yakni pembelajaran yang menitik beratkan pada praktek berdemokrasi.
Model Projek Belajar Kewarganegaraan… Kami Bangsa Indonesia (PKKBI), secara terbatas sudah dirintis penerapannya di 6 SLTPN oleh Kantor (Wilayah) Dinas Pendidikan Nasional Jawa Barat bekerja sama dengan Center for Indonesian Civic Education (CICED), Center for Civic Education (CCE), Calabasas, USA pada bulan Juli-2000 Januari 2001. Kemudian PKKBI secara nasional oleh Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah melalui proyek Pendidikan Kewarganegaraan dan Budi Pekerti di 70 SLTP dan 3 SMU yang tersebar di 15 propinsi tahun 2001-2002, dan melalui program kerjasama Depdiknas dengan Center for Civic Education Indonesia (CCEI) untuk SLTP di 250 sekolah yang tersebar di 12 propinsi tahun 2002.


A.    PROFIL DASAR MODEL PEMBELAJARAN  DEMOKRASI DAN HAM
Model Projek Belajar Kewarganegaraan… Kami Bangsa Indonesia (PKKBI), yang dalam 5 tahun terakhir sudah mulai dirintis pengembangannya di sekolah dasar dan menengah di Indonesia, secara paradigmatik diadaptasi dari model “We the People….Project Citizen” yang dikembangkan oleh Center for Civic Education (CCE), dan dalam 15 tahun terakhir ini telah diadaptasi di sekitar 50 negara di dunia, termasuk Indonesia. Model ini bersifat generik, yang secara instrumental-pedagogis dapat dimuati konten/materi yang relevan di masing-masing negara. Sebagai model dipilih topik generik “Public Policy” (Kebijakan Publik), yang memang berlaku di negara manapun. Misi dari model ini adalah mendidik para siswa agar mampu menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik dalam konteks proses demokrasi, dan dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warga negara muda mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas warganegara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab”.
PKKBI bukan sebagai Indoktrinasi politik, PKKBI sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa. PKKBI seharusnya menjadi bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
PKKBI mengembangkan pembangunan karakter bangsa yang merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. PKKBI memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab (civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah yang mereka lakukan adalah realistis.
PKKBI adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. PKKBI membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam masyarakat. PKKBI sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Model PKKBI memilki karakeristik substansi dan psiko-pedagogis sebagai beikut:
1.      Bergerak dalam konteks substansif dari sosio-kultural kebijakan publik sebagai salah satu koridor demokrasi yang berfungsi sebagai wahana interaksi warga negara dengan negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab, yang secara kurikuler dan pedagogis merupakan misi utama pendidikan kewarganegaraan.
2.      Menerapkan model portofolio-based learning atau “model belajar yang berbasis pengalaman utuh peserta didik” dan potofolio-assisted assesment atau ”penilaian berbantuan hasil belajar utuh peserta didik” yang dirancang dalam desain pembelajaran yang memadukan secara sinergis model-model social problem solving (pemecahan masalah), social inquiry (penelitian sosial), social involement (perlibatan sosial), cooperativel learning (belajar bersama), simulated hearing (simulasi dengar pendapat), deep-dialogues and critical thinking (dialog mendalam dan berpikir kritis), value clarification (klarifikasi nilai), democratic teaching (pembelajaran demokrasi)”. Dengan demikian pembelajaran ini potensial mengahsilkan “powerful learning” atau belajar yang berbobot dan bermakna yang secara pedagogis bercirikan prinsip “meaningful (bermakna), integrative (terpadu), value-based (berbasis nilai), chalenging (menantang), activating (mengaktifkan), and joyfull (menyenangkan)”.
3.      Kerangka operasional pedagogis dasar yang digunakan adalah modifikasi langkah strategi pemecahan masalah dengan langkah-langkah, identifikasi masalah, pemilihan masalah, pengumpulan data, pembuaatn portofolio, show case, dan refleksi. Sedangkan kemasan portofolionya mencakup panel sajian/file dokumentasi dikemas dengan menggunakan sistematika identifikasi dan pemilihan masalah, alternatif kebijakan, usulan kebijakan, dan rencana tindakan. Sementara itu kegiatan show case didesain sebagai forum dengar pendapat (simulated public hearing).
Fokus perhatian dari model ini adalah mengembangkan “civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic dispossotions (kebijakan kewarganegaraan), civic skill (keterampilan kewarganegaraan), civic commitment (komitmen kewarganegaraan), civic confidence (kepercayaan diri kewarganegaraan), civic competence (kompetensi kewarganegaraan), yang bermuara pada berkembangnya well-informed, reasoned, and responsible decision making (kemampuan mengambil keputusan, berwawasan, bernalar, dan bertanggung jawab).
Strategi instruksional yang digunakan, pada dasarnya bertolak dari strategi inquiry learning, discovery learning, problem solving learning, research oriented learning. Dalam hal ini ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi masalah kebijakan publik dalam masyarakat
  2. Memilih suatu masalah untuk dikaji oleh kelas
  3. Mengumpulkan informasi yang terkait dengan masalah itu
  4. Mengembangkan portofolio kelas
  5. Menyajikan portofolio
  6. Melakukan refleksi pengalaman belajar
Portofolio adalah tampilan visual dan audio yang disusun secara sistematis yang melukiskan proses berpikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan, yang secara utuh meluskiskan integrated learning experince atau pengalaman belajar yang terpadu yang dialami siswa dalam kelas sebagai siatu kesatuan
Portofolio terbagi dalam dua bagian yakni portofolio tampilan dan portofolio dokumentasi. Portofolio tampilan berbentuk empat muka berlipat yang secara berurutan menyajikan:
1.      Rangkuman permasalahan yang dikaji
2.      Berbagai alternatif kebijakan pemecahan masalah
3.      Usulan kebijakan untuk memecahkan masalah
4.      Pengembangan rencana kerja/tindakan
Sedangkan portofolio dokumentasi dikemas dalam map ordner atau sejenisnya yang disusun scara sistematis mengikuti urutan portofolio tampilan.

B.     PROFIL UTUH MODEL PKKBI
1.      Maksud dan Tujuan PKKBI
Dalam pelajaran PKn khususnya dalam pembahasan tentang tatanegara Republik Indonesia telah disebutkan bahwa negara kita termasuk negara demokrasi yang pada dasarnya merupakan negara dengan konsep “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Hal ini berarti rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal tersebut antara lain meliputi partisipasi dalam melindungi hak-hak mereka dan berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Hak berpartisipasi ini membawa tanggung jawab untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab untuk membantu meningkatkaan kebebasan dan keadilan bagi semua orang.
Adapun tujuan secara pedagogis model PKKBI adalan untuk memberikan pengalaman belajar kepada para peserta didik, langkah-langkah, dan metode yang digunakan dalam proses politik. Secara khusus model PKKBI bertujuan untuk mengembangkan komitmen peserta didik terhadap kewarganegaraan dan pemerintahan dengan cara:
a.    Memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar dapat berpartisipasi secara efektif dan bermakna
b. Memberikan pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangakan kompetensi kewarganegaraan yang demokratis
c.    Mengembangkan pemahaman tentang pentingnya partisipasi warga negara secara demokrastis
2.      Persiapan Kelas
Siswa diminta untuk membaca dan mendiskusikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Memahami arti kebijakan publik
b.      Proses pembuatan kebijakan publik
c.       Warga negara dan proses pembuatan keputusan
d.      Memberikan gambaran program pembaelajaran dan kompetisi portofolio
e.       Memanfaatkan narasumber sukarela
Berikut ini adalah garis pedoman bagai para sukarelawan:
1)      Mengakaji tugas dan prosedur
2)      Mengumpulkan informasi
3)      Mempersiapkan presentasi
4)      Melakukan refleksi pengalaman
f.       Membatasi bantuan sukarelawan
1)   Pengumpulan informasi. Guru hendaknya tidak mengumpulkan informasi bagi para siswa dengan cara: a) menuliskan surat atau menelponkan nara sumber, dan b) melakukan penelitian yang diperlukan.
2)  Persipan portofolio. Guru hendaknya tidak membantu siswa dengan cara: a) menuliskan bahan-bahan yang akan dimaksukkan dalam portofolio, b) membuatkan ilustrasi atau grafik lainnya, dan c) menuliskan bahan-bahan yang akan dimasukkan dalam portofolio.
3)    Persiapan presentasi. Guru hendaknya tidak mempersiapkan presentasi para siswa.
g.      Menyelenggarakan sebuah kompetisi
h.      Menilai portofolio atau menilai suatu kompetisi
i.        Membantu siswa mengembangkan portofolio

Langkah 1: Mengidentifikasi pemasalahan kebijakan publik dan masyarakat
1.      Diskusikan tujuan tahap ini dengan para siswa. Tujuan tahap 1 adalah:
a.  Menyadari apa yang sudah mereka ketahui tantang permasalahan yang muncul dalam masyarakat.
b. Mendiskusikan permasalahan tersebut dengan orang tua mereka, tetangga, atau anggota masyarakat lain untuk mencari tahu apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka pikirkan tentang permasalahan itu.
c.   Mengumpukan informasi yang cukup sebagai bekal untuk memilih suatu masalah yang nantinya harus disepakati oleh mayoritas siswa
2.      Diskusikan apa yang peserta didik ketahu tentang masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat
3.      Tetapkan pekerjaan rumah (PR)

Langkah 2: Memilih masalah untuk kajian kelas
1.      Mengkaji informasi yang dikumpulkan kemudian memilih masalah. Tuntunlah siswa dalam diskusi tentang apa yang telah mereka pelajari dari pekerjaan rumah mereka.
2.      Lakukan penelitian lebih lanjut bila perlu

Langkah 3: Mengumpulakan informasi tentang masalah yang akan dikaji dalam kelas
1.      Mengidentifikasi sumber informasi
2.      Tinjau ulang pedoman untuk memperoleh dan mendokumentasikan informasi
3.      Kumpulkan informasi

Langkah 4: Mengembangkan portofolio kelas
1.      Membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok portofolio
2.      Tinjaa ulang tugas dan spesifikasi pembuatan portofolio
3.      Gunakan informasi yang dikumpulkan oleh tim peneliti
a.   Mintalah tiap-tiap kelompk portofolio maju di depan keals. Masing-masing kelompok harus membacakan pertanyaan dan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan pada bagian tayangan portofolio. Pada saat ini kelompok penyaji membacakan pertanyaan, mintalah siswa-siswa lainnya utnuk memberikan informasi yang relevan yang telah mereka kumpulkan kepada kelompok penyaji. Informasi tertulis yang berguna bagi lebih dari satu kelompok dapat digandakan dan diberikan kepada setiap kelompok.
b.  Selanjutnya masing-masing kelompok portofolio hendaknya menggunakan informasi yang mereka dapat untuk melengkapai tugas-tugasnya, sebagaimana ditentukan dalam buku teks siswa
4.      Kembangkan portofolio

Langkah 5: Menyajikan portofolio kelas
Setiap kelas dianjurkan untuk melakukan presentasidi hadapan kelas-kelas lainnya atau keompok orang-orang dewasa sebagai suatu aktivitas kulminasi. Presentasi akan berformat dengar pendapat. Masing-masing keompok dari keempat kelompok portofolio tersebut akan menyajikan dan menjawab pertaayaan-pertanyaan dari dewan juri sesuai bagian portofolio mereka masing-masing. Prosedur dengar pendapat yang dilaksanakan dibuat sedemikian rupa sehingga asma dengan langkah-langkah dengar pendapat yang diadakan oleh lembaga-lembga  pemerintahan seperti yang dapat dilihat di televisi. Kegiatan ini akan memberikan kesempatan kepada siswa utnuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Langkah 6: Mereflesi pengalaman belajar
1.      Mintalah peserta didik menjawab pertnyaan-pertanyaan refleksi guru
2.      Arahkan jawaban-jawaban peserta didik ke dalam diskusi kelas dan usahakan agar diskusi itu menghasilkan beberapa generalisasi
3.      Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok diberikan satu generalisasi dan memberikan bukti yang mendukung
4.      Hasil pekerjaan setiap kelompok diberikan kepada tim penulis yang bertanggung jawab untuk mengedit tulisan mereka dan mempersiapkan draft untuk dimasukkan pada Bagian Dokumentasi Portofolio
5.      Keseluruhan kelas harus meninjau ulang draft yang telah dihasilkan oleh tim penulis dan memberikan saran-saran untuk perbaikan
6.      Tim penulis harus merevisi dan melengkapi draft tersebut untuk dimasukkan dalam portofolio

C.     STRATEGI IMPLEMENTASI DI DAERAH
Inovasi pendidikan yang bersifat top-down turun dari atas (pusat) ke bawah (sekolah) tidak lagi cocok dengan semangat desentralisasidan kerangka kerja manajemen berbasis sekolah. Oleh karena itu, penyebaran inovasi yang seyogyanya digunakan adalah yang bersifat empowering atau pemberdayaan menuju sekolah dan guru yang berkarakter self-renewal atau selalu berusaha untuk memperbaharui dirinya dan sekolahnya sehingga para gurunya semakin profesional dan sekolahnya semakin menampakkkan dirinya sebagai self-renewing scholl. Berkaitan denga hal tersebut, maka strategi perluasan implemetnasi model PKKBI yang relevan dengan etos baru adalah sebqgai berikut:
1.      Membangun kelompok “guru pionir” dan memantapkan secara sinambung sehingga menjadi “guru model”
2.    Kelompok ini di samping menjadi early adopters (pengadopsi terdini) disekolahnya juga menjadi civic educator opinion leader (nara sumber) bagi sekolah lainnya
3.      Memantapkan beberapa sekolahan dalam satu wilayah sebagai sekolah pionir PKKBI yang dibina secara kolaboratif oleh kadin Depdiknas setempat. Sekolah tersebut secara berathap dikembangkan menjadi center of excellence PKn yang secara terpadu mewujudkan PKn inovatif mewadahi pelaksanaan model-model PKKBI, pendidikan budi pekerti, dan pembangunan karakter bangsa. Sekolah model tersebut dikembangkan menjadi “Laboratorium Demokrasi”
4. Sambil terus memantapkan sekolahnya masing-masing, sekolah pionir ditugasi untuk mengembangkan jaringang kerja PKKBI yang melibatkan SD/SLTP/SMU di lingkungannya. Misalnya kecamatan dengan SLSTP/SMU pionir itu sebagai sentrumnya. Pengimbasan PKKBI dilakukan melalui workshop PKKBI di jaringan kerjanya yang diintegrasikan dengan kegiatan KKG (SD), MGMP (SLTP/SMU) setempat.
5.      Bila memungkinkan, sekolah pionir tersebut dapat merintis jaringan sister school atau “sekolah sahabat”, yakin sebuah SD/SLTP/SMU lain yang ada di luar gugus atau lingkungan kecamatan. Secara perlahan tapi terencana sekolah sahabat ini belajar dari sekolah pionir bagaimana melaksanakan PKKBI, kemudian mencobanya secara terbatas.
6.   Sekolah pionir, sekolah imbas, sekolah sahabat setiap tahun diusahakan untuk bertemu dalam “Konferensi Daerah PKKBI” untuk secara bersama-sama membahas berbagai persoalan tentang pelaksanaan dan pengembangan lebih lanjut dari PKKBI. Selain itu juga dapat dilakukan “gelar kemampuan” atau show case bersama. Dalam unsur ini dihadirkan pula unsur kadin Diknas, MGMP, dan CICED.

D.    PELAKSANAAN PKKBI
Model PKKBI terbukti telah berhasil di banyak propinsi di Indonesia. Dalam mengembangkan kegiatan-kegiatannya, lima orang staff CCEI yang berkedudukan di Jakarta (tiga orang staff full time dan dua orang part time) dibantu oleh tiga orang koordinator di masing-masing propinsi. Tiga orang yang tergabung dalam tim koordinator propinsi tersebut antara lain berasal dari lingkungan sekolah (guru PPKn), lingkungan universitas (dosen PPKn), dan lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi (pengawas sekolah). Para koordinator kegiatan yang berada di 12 propinsi telah dilatih oleh para pelatih baik yang berasal dari Amerika maupun Indonesia. Para pelatih dari Indonesia telah berhasil membuat dan mempraktekkan suatu program percobaan di Bandung. Sejak itu, para koordinator propinsi bekerja keras melatih trainer-trainer baru di propinsi-propinsi lainnya serta ribuan guru di seluruh penjuru Indonesia. Atas dukungan dan kerjasama Universitas, para koordinator yang juga dosen di beberapa universitas negeri di Indonesia telah melatih mahasiswa-mahasiswa mereka yang juga merupakan calon guru. Beberapa Kantor Dinas tingkat propinsi juga ikut memberikan dukungan serta kerjasama mereka dengan mengadakan pelatihan guru-guru PPKn yang berada dalam wilayah mereka.
Guru-guru yang terpilih ini mendapatkan pelatihan secara intensif selama tiga hari dimana mereka berusaha untuk menyelesaikan suatu proyek siswa dalam skala kecil. Walaupun sebelumnya guru-guru tersebut merasa pesimis terhadap kemungkinan penerapan program ini di sekolah masing-masing namun pada akhirnya mereka malah menjadi pendukung yang terbesar. Mereka sangat bersemangat dalam mencoba menerapkan program ini dikelas. Metodologi pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dikembangkan dalam program ini menciptakan suatu situasi dimana peran guru hanyalah sebagai pembimbing dan pengarah sedangkan yang memegang peran aktif adalah siswa. Dalam laporan penerapan program “ Kami Bangsa Indonesia” , para guru menyatakan bahwa siswa-siswi mereka menjadi lebih menaruh rasa hormat kepada guru-guru mereka. Mereka juga menemukan bahwa para siswa ternyata mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikir akan dapat mereka lakukan.
Dalam program ini para siswa terlibat dalam proses dimana mereka belajar apa itu kebijakan publik, bagaimana mereka mengidentifikasikan kebijakan publik yang berpengaruh terhadap diri mereka dan kemudian bekerja setahap demi setahap untuk dapat mengusulkan suatu kebijakan baru. Para siswa juga belajar bagaimana mewawancarai para pemimpin masyarakat, mengunjungi kantor-kantor pemerintahan dan berdiskusi dengan para pemuka agama sehubungan dengan masalah moral yang ada dalam suatu kebijakan. Para siswa juga dibekali bagaimana cara memperbaiki masyarakat dan belajar bahwa mereka tidak dapat langsung memecahkan suatu permasalahan begitu saja tetapi harus melalui beberapa langkah terlebih dahulu.  
          

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Demokrasi dan ham memang penting,sayang di Indonesia masih sulit menemukan demokrasi, yang benar-benar demokrasi.Terkadang demokrasi hanya dijadikan tudung untuk memenuhi kepentingan penguasa atau kepentingan sesaat...Artikel yang bagus, bisa dicoba dan diterapkan strategi implementasinya...
tetap semangat dan terus berkarya.

MARS mengatakan...

Apakah demokrasi hanya untuk wacana? Itu yang sering saya pikirkan. Katanya saja demokrasi tetapi kenyataannya ada beberapa pemimpin yang hanya 'semau gue'. Oleh karena itu, melalui tulisan ini semoga mengubah sedikit pandangan mereka. Mari kita tingkatkan semangat berdemokrasi yang benar-benar demokrasi melalui dunia pendidikan. Tq.

Unknown mengatakan...

terima kasih postingannya sangat membantu tugas saya... :)

Unknown mengatakan...

Tq ya....postingannya ya mbak

Unknown mengatakan...

Terima kasih sangatlah membantu..