BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan
keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa
kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji
ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh. Dengan kata lain pendidikan yang ada sekarang ini perlu
kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau
ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme
karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu
dengan sekarang.
Perenialisme
mcmandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses
mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman
sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Setelah
perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup
berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar
manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat
sebagai suatu asas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai
satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan
hasil-hasilnya.
2. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan perenialisme dan
siapakah tokoh-tokohnya?
b. Bagimanakah prinsip-prinsip pendidikan
perenialisme?
c. Aliran-aliran apa saja yang ada dalam
perenialisme?
d. Bagaimakah pandangan perenialisme mengenai
kenyataan, nilai, pengetahuan, pendidikan, dan belajar?
e. Bagaimanakah pandangan perenialisme dalam
penerapannya di bidang pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
Perenialisme berasal dan kata perenial yang
diartikan sebagai continuing througbout
the whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal dan
dapat berarti pula tiada akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini
mengambil analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga
yang terus menerus mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna
secara tetap sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala
dari musim ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah
merupakan benang dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun
ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004: 23) :
a.
Perenialisme
berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles
dan Santo Thomas Aquines.
b.
Sasaran
pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan
nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
c.
Nilai
bersifat tak berubah dan universal.
d.
Bersifat
regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman
pertengahan (renaissance).
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah
Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas
sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Perenialisme memandang
bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini (Jalaludin, 1997: 19)
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada
filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang
theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya
menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni
yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles. Pendapat di
atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat
pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang
sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST.
Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama
Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham
gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam
lingkungan gereja Katholik.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha
untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua
puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan
cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan
eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka
metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan
bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol
dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya manusia dapat mengerti
dan memahami kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi
(Bernadib, 2002: 64-65).
2.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
- Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia dimana pun dan kapan pun ia berada adalah sama. Robert M. Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan rasional (ini adalah pandangan Aritoteles). Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebajikan dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi semua orang, dimana pun dan kapan pun ia berada, begitu pula tujuan pedidikan harus sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia. Hal diatas dikemukakan oleh Hutckin sebagai berikut : “Man may very from society to society,…..but the function of man, is the same in every age and every socienty, since it results from his nature as a man. The aims of educational system can exist : it is to improve man as man”.
- Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesui dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan mengontrol pikirannya. Apabila anak gagal dalam belajar, guru tidak boleh dengan cepat meletakan kesalahan pada lingkungan yang tidak menyenangkan. Guru harus mampu meengatasi semua gangguan tersebut, dengan melakukan pendekatan secara intelektual yang sama bagi semua siswa. Tidak ada anak yang diizinkan untuk menentukan pengalaman pendidikannya yang ia inginkan.
- Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditunjukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak harus diberi pelajaran yang pasti, yang akan memperkenalkannya dengan keabadian dunia. Anak tidak boleh dipaksa untuk mempelari pelajaran yang tampaknya penting suatu saat saja. Begitu pula kepada anak jangan memberikan pelajaran yang hanya menarik pada saat-saat tertentu yang khusus. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata pelajaran “general education”, yang meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni, dan 3 Rs (membaca, menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.
- Pendidikan
bukan merupakan peniruan dari hidup, melainkan merupakan suatu persiapan
untuk hidup. Sekolah tidak pernah menjadi situasi kehidupan yang nyata.
Sekolah bagi anak merupakan peraturan-peraturan yang artifisial di mana ia
berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan sosial budaya.
- Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga dalam literatur yang berhubungan dengan kehuidupan sosial, terutama politik dan ekonomi. Dalam literatur-literatur tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha besar.
3.
Aliran-aliran
yang ada dalam perenialisme
- Perenialisme sekular yang berpegang kepada ide dan cita-cita filosofis Plato dan Aristoteles, yaitu tentang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri.
- Perenialisme theologis sebagai pengayoman supremasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas di abad ke-13.
Dari aliran
ini, kaum perenialis modern merefleksikan keimanannya terhadap Tuhan (yang tak
bernama) dengan memperbesar cinta kemanusiaan (humanisme), menegakkan
demokrasi, dan memperjuangkan tegaknya HAM.
Kaum
perenialis modern adalah orang-orang yang bekerja keras dengan mengedepankan
profesionalisme untuk mempertinggi kualitas hidup manusia. Bagi kaum perenialis
modern, bekerja untuk mewujudkan cita-cita (tegaknya humanisme, demokrasi, dan
HAM) adalah sebuah keniscayaan dalam mem-bentuk dunia baru yang damai dan sejahtera.
Tanpa adanya kemakmuran ekonomi, intelektualitas, dan kedewasaan kultural,
perenialisme modern tidak akan berkembang. Dengan demikian, demokrasi dan HAM merupakan
tujuan utama gerakan perenialisme. Karena itu, jika pun akan lahir agama baru
dari rahim perenialisme modern, agama baru itu niscaya akan mengusung
demo-krasi dan HAM sebagai basis keimanannya. Lebih jauh lagi, agama baru di
masa datang tersebut haruslah agama yang mengedepankan prinsip-prinsip keimanan
untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran. Karena itu, basis keimanan agama masa
depan adalah kesadaran manusia terhadap pentingnya penegakan demokrasi, HAM,
dan perbaikan lingkungan hidup.
4.
Pandangan
perenialisme mengenai kenyataan, nilai, pengetahuan, pendidikan, dan belajar
- Pandangan perenialisme
mengenai kenyataan
Perenialisme
berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa
realita itu bersifat universal dan ada di mana saja dan sama di setiap
waktu.Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada
pengertian pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian: benda
individual, esensi, aksiden dan substansi. Benda individual adalah benda yang
sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita
seperti batu, kayu, dan lain-lain.
Esensi dari sesuatu
adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsik
daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang
penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang-barang
antik. Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang
khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato,
perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa, yaitu:
1) Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan
sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti.
2) Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari
formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng.
3) Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam
pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa-gesa.
4) Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari
sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.
- Pandangan
Mengenai Nilai
Perenialisme
berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat
manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi
jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia
perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan
dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan
akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut
Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual.
Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang
merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
Jadi, kebajikan
intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual
didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika
digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber
kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis
filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus
berakar pada dasar-dasar teologis, ketuhanan.
- Pandangan Mengenai
Pengetahuan
Kepercayaan adalah
pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu
itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang
dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian. Oleh
karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar,
sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles,
Prinsip-prinsip itu dapat dirinci menjadi:
1) Principium
identitatis, yaitu identitas sesuatu.
Principium contradiksionis
(prinsip kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu
pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti
hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
2)
Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada
kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti
pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.
3) Principium
rationis sufisientis. Prinsip ini
pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal
muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.
Perenialisme
mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat. Science
sebagai ilmu pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai empiriological analysis yakni analisa atas individual dan peristiwa peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai empiriological analysis yakni analisa atas individual dan peristiwa peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
Menurut
perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah ilmu metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa
empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability. Tetapi
filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang
dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir
sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak,
asasi. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa
empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat
komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh
hukum-hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.
- Pandangan
Mengenai Pendidikan
Teori atau konsep
pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai
Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan
filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan
ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
Plato (427-347 SM),
hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat
sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia
secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan
kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa
realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia
sejak dari asalnya. Menurut Plato,
dunia idea, yang bersumber dari ide
mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral
dengan menggunakan akal atau ratio. Tujuan utama pendidikan adalah membina
pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek
kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang
terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip idea mutlak yaitu suatu
prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi
yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral,
politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan.
Menurut Plato
manusia secara kodrat memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan akal.
Program pendidikan yang ideal adalah berorientasi kepada tiga potensi itu agar
kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Ide-ide Plato tersebut kemudian
dikembangkan lagi oleh Aristoteles yang lebih mendekatkan kepada dunia realita.
Tujuan pendidikan menurut aristoteles adalah kebahagiaan. Untuk mecapai tujuan
pendidikan ini, aspek fisik, intelek, dan emosi harus dikembangkan secara
seimbang, bulat dan totaliltas.
Aristoteles
(384-322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap
filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat
realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat
pada alam kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah
makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia
dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk
rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju
kepada manusia ideal.
Perkembangan budi
merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat
mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat
pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang
baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek-aspek jasmaniah,
emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan
tertinggi ialah kehidupan berpikir.
Thomas berpendapat
bahwa pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi
aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Kaum perenialis
juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak
berubah selam berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi
yang paling besar untuk memecahkan permasalahan permasalahan di setiap zaman.
Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir
rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang-binatang lain.
- Pandangan
Mengenai Belajar
Teori dasar dalam
belajar menurut perenialisme adalah:
1) Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut
perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu
kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang
tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan
kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2) Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.
Asas
berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Kemerdekaan pendidikan ialah
membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self
yang membedakannya daripada makhluk-makhluk lain. Fungsi belajar harus
diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional
yang dengan itu bersifat merdeka.
3)
Learning to Reason (Belajar untuk
Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan
asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung
merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok
pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4) Belajar
sebagai Persiapan Hidup
Bagi
Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam
masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan
hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan surgawi.
5)
Learning through Teaching (belajar melalui pengajaran)
Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by discovery, penyelidikan
tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning
by instruction adalah dasar dan menuju learning
by discovery, sebagai self education.
Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa
anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self discovery; dan ia melakukan moral authority atas murid-muridnya, karena ia adalah seorang
profesional yang qualified dan superior
dibandingkan muridnya.
Dalam rangka usaha mencapai efisiensi
dalam belajar, mengerakkan koginsi (pengetahuan), aafektif (merasa) dan konasi
(berbuat), merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian yang cukup. Belajar
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belajar karena pengajaran dan belajar karena
penemua. Untuk yang pertama, adalah guru membetikan penerangan atau
pengetahuan, juga mengadakan pencerahan. Pencerahan ini dapat dilakukan dengan
jalan menunjukkan dan menafsirkan implikasi dari pengetahuan dan ilmu yang
diberikan. Untuk tipe belajar yang kedua tidak lagi memerlukan guru. Siswa
diharapkan telah dapat belajar atas kemampuannya sendiri (Imam Bernadib, 1997:
77-78).
5.
Pandangan Perenialisme dalam Penerapannya di Bidang
Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme,
karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan
melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat
pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula
dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan
tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme tugas utama pendidikan
adalah mencerdaskan anak didik. Salah satu untuk mencerdaskan anak didik adalah
dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari
pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung.
Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak
didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia
yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama
akan memerintahkan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama,
masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral
yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa
melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran agama
masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu
dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap
tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
perenialisme adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan
kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai pengetahuan sedemikian,
karena telah memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan
penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan
pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan
berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah
mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
a.
Anak-anak
akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
b.
Mereka
memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya-karya tokoh-tokoh tersebut untuk
diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya
buah pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat
mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut dalam bidangnya
masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau
tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan
pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai
dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau
perennial. Tujuan dari pendidikan menurut pemikiran perennialis, adalah
memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinisip-prinsip
atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Lebih jauh lagi, filsafat
perennialis menekankan kemampuan berfikir rasional manusia.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik
ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan
sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas
pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada
anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada
guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins
mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis,
sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya
adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa
karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak
seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai
hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah
berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta
intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena
manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang
sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses
belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan
tiap individu itu terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
Kurikulum menurut kaum perennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual
siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa
harus berhadapan bidang-bidang (seni dan sains) yang merupakan karya terbaik
dan paling signifikan yang diciptakan manusia. Dari dua pendukung filsafat
perennialis adalah Robet Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor
the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum
mahasiswa S1 berdasarkan penelitiaan terhadap Buku Besar bersejarah (Great Books) dan pembahasan buku-buku
klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum
perennialis Hutchisn di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan:
1)
Pendidikan
harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus-menerus.
Kebenaran apapun akan selalu benar di manapun juga, jadi kebenaran bersifat universal
dan tak terikat waktu.
2)
Karena kerja
pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan,
pendidikan juga harus memfokuska pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas
manusia adalah fungsi penting pendidikan.
3)
Pendidikan
harus menstimulus para peserta didik untuk berfikir secara mendalam mengenai
gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.
Menurut
Jacques Maritain (Imam Bernadib, 1997: 74-75)
hal yang menjadi pijakan pendidikan adalah:
1) Cinta akan kebenaran. Ini adalah tendensi utama
dari intelek manusia.
2) Cinta akan kebaikan dan keadilan. Inipun semuanya
sesuai dengan sifat wajar manusia.
3) Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap
eksintensi. Yang dimakasud disini adalah sikap yang wajar dari seseorang bahwa
ia itu ada sebagai makhluk.
4) Cinta akan kerja sama.
Dalam praktik
pendidikan, perlu adanya norma-norma fundamental dalam pendidikan. Norma-norma
tersebut adalah, yaitu:
1) Perlu diusahakan agar disposisi tersebut di atas
dapat tumbuh sebaik-baiknya dalam jiwa anak. Agar tendensi-tendensi tersebut
mendapat pengaruh yang baik dalam pendidikan maka perlu dilaksanakan dengan
iluminasi dan pemberian semangat mengenai segala kebaikan.
2) Pengaruh pendidikan hendaklah diusahakan agar
meresap ke dalam pribadi anak. Cara-cara pelaksanaan untuk ini adalah sebagai
berikut: mula-mula mengikuti adanya perhatian spontan dan
kecenderungan-kecenderungan wajar yang ada pada anak. Dengan melatih akal dan
ingatan sebaik-baiknya dengan cerita-cerita yangmengandung ajaran yang dalam,
pendidikan berusaha agar pribadi anak didik mampu mengadakan adesi dengan
realita. Hendaklah diusahakan agar pengetahuan yang diberikan kepada anak didik
itu dipilihh sedemikian agar adesi dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3) Pendidikan dan pengajaran adalah sarana untuk
mewujudkan kebulatan (kesatuan) jiwa manusia dalam pribadi yang bulat dan
seimbang pula. Pendidikan dan pengajaran perlu mempunyai implikasi dengan
pengalaman dan menempatkan pendidikan intelek sebagai prioritas utama.
4) Tujuan pengajaran adalah agar anak didik dengan
akalnya dapat menguasai apa yang dipelajari. Dengan demikian ia tidak berada di
dalam ikatan pekerjaannya, tetapi justru di atasnya.
Menurut Redja Mudyahardjo (2002:167-168) pandangan
perenialisme tentang penerapan pendidikan antara lain mencakup:
a.
Tujuan
pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membantu anak untuk menyingkap dan menanamkan
kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran tersebut
universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi
tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai
dengan sebaik-baiknya melalui: a) latihan intelektual secara cermat untuk
melatih pikiran dan b) latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan
manusia spiritual.
b.
Metode
pendidikan
Latihan metal dalam bentuk diskusi, analisa buku melalui pembacaan
buku-buku yang tergolong karya besar.
c.
Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada:
sastra, matematika, bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah.
d.
Pelajar
Pelajar adalah makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-prinsip
pertama, kebenaran abadi, dan pikiran mengangkat dunia biologis.
e.
Pengajar/Guru
Guru mempunyai peranan dominan dalam
penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru hendaknya adalah orang
yang ahli bertugas membimbing diskusiyang akan memudahkan siswa menyimpulkan
kebenaran-kebenaran yang tepat dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai
orang yang mempunyai otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya
tidak diragukan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Perenialisme berasal dan kata perenial yang
diartikan sebagai abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Esensi
kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi.
b. Prinsip-prinsip pendidikan
perenialisme adalah sebagai
berikut:
1)
Walaupun
perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia dimana pun dan kapan pun ia
berada adalah sama
2)
Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi.
3)
Tugas pendidikan adalah
memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi.
4)
Pendidikan
bukan merupakan peniruan dari hidup, melainkan merupakan suatu persiapan untuk
hidup.
5)
Siswa
seharusnya mempelajari karya-karya besar
c. Pandangan perenialisme mengenai kenyataan, nilai,
pengetahuan, belajar, dan pendidikan
1)
Pandangan perenialisme mengenai kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa
yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa realita itu bersifat
universal dan ada di mana saja dan sama di setiap waktu.
2)
Pandangan
Mengenai Nilai
Perenialisme berpandangan bahwa
persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada
jiwanya.
3)
Pandangan
Mengenai Pengetahuan
Menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang
logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Pandangan
Mengenai Pendidikan
4)
Pandangan
Mengenai Belajar
Teori dasar dalam belajar menurut
perenialisme adalah: mental disiplin sebagai teori dasar, rasionalitas dan asas kemerdekaan, learning to reason (belajar
untuk berpikir), belajar sebagai persiapan hidup, learning throught teaching (belajar melalui
pengajaran)
d. Pandangan Perenialisme dalam Penerapannya di Bidang Pendidikan
1)
Tujuan
pendidikan
Tujuan pendidikan
adalah membantu anak untuk menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran
hakiki.
2)
Metode
pendidikan
Latihan metal
dalam bentuk diskusi, analisa buku melalui pembacaan buku-buku yang tergolong
karya besar.
3)
Kurikulum
Kurikulum berpusat
pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika,
bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah.
4)
Pelajar
Pelajar adalah
makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran abadi,
dan pikiran mengangkat dunia biologis.
5)
Pengajar/Guru
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaran kegiatan belajar
mengajar di kelas. Guru dipandang sebagai orang yang mempunyai otoritas dalam
suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
2. Saran
Tidak selamanya atau tidak semuanya pandangan modern baik untuk
pendidikan, akan tetapi kita tetap perlu melihat kondisi masa lalu yang
dianggap tradisional atau klasik. Pengetahuan dasar tradisional seperti belajar
membaca, berhitung, budi pekerti (akhlakul karimah) perlu diberikan kepada anak
didik di zaman modern agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Bernadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Barnadib, Imam. 2002. Filsafat
Pendidikan.Yogyakarta: AdiCipta.
Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan, Jakarta:
Gaya Media.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Uyoh, Sadullah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al Fabeta.
Noor, Muhammad, Syam. 1988. Filsafat
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar